Guru Besar Statistik IPB Bicara Survei Separuh Warga Jakarta Terinfeksi Covid-19
Guru Besar Statistika di IPB University, Asep Saefuddin, menanggapi hasil studi yang mengungkap 44,5 persen penduduk Jakarta ternyata sudah pernah terinfeksi Covid-19. Studi prevalensi Antibodi Positif SARS-CoV-2 di DKI Jakarta itu melibatkan hampir 5.000 orang sepanjang 15-31 Maret 2021.
Bicara dalam diskusiyang diselenggarakan daring pada Selasa malam lalu, Asep menilai metode penelitian oleh tim dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia tersebut sudah benar. “Pertanyaannya justru adalah kenapa gap antara hasil studi dan data yang dilaporkan pemerintah sangat tinggi? Hasil penelitian ini penting untuk pemerintah,” ujar dia dalam diskusi.
Sebagai gambaran, studi itu melibatkan Dinas Kesehatan Provinsi, Lembaga Biologi Molekuler Eijkman, dan CDC Indonesia. Survei responden yang terkumpul sebanyak 4.919 atau 98,4 persen dari target awal sebanyak 5.000 orang. Responden tersebar di 100 kelurahan di enam wilayah (5 kota dan 1 kabupaten) di DKI Jakarta.
Pengumpulan data dan spesimennya dilakukan mulai dari 15-31 Maret 2021, dan deteksi antobodi virus menggunakan tes tetracore-luminex. Survei berbasis populasi dengan metode sampling stratified multistage sampling design.
Asep menilai, sampel data yang dikumpulkan mendekati 5.000 orang dan dengan metode penelitian tersebut hasilnya tidak bias dan memiliki representative rate yang bagus. “Ini harus dijadikan evidence based yang benar,” tutur Asep.
Hasil survei itu menunjukkan kasus infeksi menyebar ke berbagai usia, mulai dari balita hingga labih dari 60 tahun. Paling banyak itu pada usia muda 30-39 tahun, tapi kasusnya tersebar di semua usia. Dari hampir setengah penduduk Jakarta yang terinfeksi Covid-19 itu, perempuan lebih banyak dibandingkan laki-laki, yakni 47,9 berbanding 41 persen.
Namun, prevalensi antibodi positif Covid-19 menurut status pekerjaan tidak memiliki perbedaan antara kelompok pekerja dan bukan pekerja. Persentasinya untuk yang bekerja 44,8 persen, tidak bekerja 44,5 persen, dan lainnya 44,2 persen. Menurut Asep, hal itu sulit dideteksi karena di masa pandemi banyak orang yang pekerjaannya berganti dan hilang.
“Kalau berkaitannya dengan tipe pekerjaan memang harus dibuang dulu usia tidak bekerjanya,” kata profesor dari IPB ini sambil menambahkan bahwa dirinya cukup percaya dengan hasil studi tersebut.